December 7, 2023

Buy Nothing New

Belajar memberi nilai terhadap sesuatu, seutuhnya

Animasi Doraemon Tonggak Kebangkitan Animasi Lokal

pexels.com

Fujiko F. Fujio nama samaran dari pembuat animasi doraemon dapat dikatakan seorang lagenda. Pria bernama asli Hiroshi Fujimoto tersebut berhasil menciptakan karakter besar, Nobita Nobisuke, lalu memindahkan karakter tersebut pada gambar dua dimensi [2D] dalam bentuk komik, atau Manga, kemudian diadaptasi dalam animasi.

Sebagai seorang yang mengalami kekalahan perang dunia, di mana usia Hiroshi saat Jepang di bom atom 12 tahun, dirinya mengerti bahwa masa depan bangsa Jepang selepas perang, adalah mengenai ketidakberdayaan, yang harus didukung oleh teknologi. Lalu terciptalah karakter Nobita Nobi. Sosok anak yang pesimis pada masa depan, hidup malas, cenderung menyerah, penakut, dependensi tinggi, cermin generasi gagal.

Lalu diciptakan karakter Doraemon, kucing robot dari masa depan dengan teknologi tinggi masa depan untuk menopang keseharian Nobita yang payah. Apakah teknologi itu membantu? Tentu  tidak, yang muncul malah kekacauan karena karakter Nobita yang buruk. Disitulah keseruan terjadi, karena pada akhirnya yang menolong Nobita bukan teknologi tapi kawan-kawannya. Teknologi masa depan dengan kekacauan yang terjadi membuat persahabatan dengan kawan-kawannya semakin erat.

Karakterisasi Animasi Jadi Icon Dunia

pexels.com

Komik diikuti dengan animasi karena suksesnya Hiroshi mendorong karakter yang chaotik ke dalam mood masyarakat Jepang yang sedang tidak menentu karena kalah perang. Era Showa begitu orang Jepang menyebut era kaisar Hirohito yang membawa negara mereka dalam kehancuran, ingin segera dilupakan, tapi juga sebelum terlupa, karakter Showa harus jadi landasan untuk era berikutnya yang lebih baik. Mereka harus seperti Nobita dan teman-temannya.

Animasi Doraemon tanpa disangka lebih sukses dari komiknya. Animasi itu hadir pada era 70, namun diterima baik oleh anak Indonesia sejak era awal 90, lalu jadi icon dunia, hingga saat ini. Para pegiat komik tanah air, dengan suksesnya Doraemon mulai melirik animasi, tetapi masih sangat jarang yang berani belajar animasi, serta dari sisi teknologi animasi Indonesia ibarat masih zaman batu dibandingkan Jepang.

Tidak jarang pegiat film dan hiburan asal Indonesia masih terpaksa pergi ke Jepang untuk dibuatkan animasi khusus, oleh pegiat animasi di sana. Karena pegiat animasi lokal masih perlu belajar banyak. Film seperti Saur Sepuh, Tutur Tinular, memanfaatkan animasi dari studio asal Jepang untuk membuat film tampak keren dengan sinar laser keluar dari tangan. Karena pada era 80-90 an tersebut, alih-alih mampu membuat animasi sendiri, nasib komikus lokal malah sangat menyedihkan.

Beberapa komikus lokal menggambar untuk stensilan, mencetak karya dikertas buram termurah, menjajakannya ke tukang mainan anak-anak, atau ke loper koran secara mandiri. Yang beruntung bisa menembus CV percetakan, membuat berjilid komik, dengan penceritaan dan karakter yang bagi kami tidak kalah, juga sangat luar biasa imajinasinya. Namun daya dukung sumber daya manusia saat itu tidak didukung oleh teknologi sepadan.

Seandainya para komikus Indonesia memiliki studio animasi sendiri dari sejak era 70 seperti halnya Jepang. Kita akan menikmati animasi dengan tema, cerita, karakter luar biasa mendalam dan dibawakan cerdas. Seperti Si Jampang, Bulan Nusa Kambangan, Palimo Agam, Mahabharata, Saur Sepuh, Babad Tanah Leluhur, Si Giring Perak, Gundala, Godam, bahkan ada mecha versi Indonesia.

Akan tetapi bukan hanya Indonesia yang menderita.  Amerika Serikat yang notabene memiliki studio animasi besar seperti Walt Disney, malah meminta dibuatkan animasi oleh animator Jepang. Taruhlah My Little Pony, Care Bears, Peter Pan, Silverhawk, Thundercats, He-Man, Mask, X-Men, Spiderman, dibuatkan animasinya oleh studio asal Jepang.

Kebangkitan Animator Lokal Lewat Aplikasi Dekstop

pexels.com

Tapi itu dulu. Kini seniman animasi lokal juga mampu mengejar ketinggalan, menjembatani jurang lebar dengan animator Jepang dari sisi kualitas dan hasil karya. Baik 2D maupun 3D, animator lokal kini mampu membuatnya. Satu hal yang sulit dibayangkan pada era sebelum milenium. Bahkan jasa pembuatan animasi kini bertebaran di mana-mana, mempersaingkan animasi kualitas tinggi sebagaimana portofolio nya bisa Anda lihat di Youtube atau di masing-masing website animator lokal.

Lompatan teknologi membuat segalanya jadi mungkin. Banyak komikus lokal belajar otodidak lewat program aplikasi komputer yang pasaran dan kompatibel. Taruhlah mulai dari MS Paint, Corel Draw. Lalu dilanjutkan dengan Adobe Dreamweaver, Adobe Illustrator, After Effect, dan seterusnya.  Workshop animasi 2D juga banyak digelar. Ada yang sampai dikuliahkan oleh program seni rupa masing-masing kampus seni ke Jepang, Amerika, atau Inggris.

Ada komikus lokal yang belajar dari sindikasi. Ada yang mulai kolaborasi dengan orang sedunia yang menggembari komik dan animasi di 4chan. Hingga akhirnya ada di antara komikus lokal terlibat menggambar animasi film Marvel Universe. Negara ini sudah setara dengan negara terbaik, dari sisi kemampuan membuat animasi.

Lompatan kualitas ini seolah memakai mesin waktu ala Doraemon. Semua berlangsung cepat, tiba-tiba juga serentak. Ibaratnya hanya butuh sepuluh tahun saja bagi Indonesia mengejar ketinggalannya dengan Jepang. Namun sayangnya masih ada isu menghadang. Penambahan kualitas serta kemampuan vendor lokal membuat animasi, belum diikuti dengan munculnya kesadaran masyarakat gunakan animasi untuk produknya, semoga hal ini pun berubah dengan baik.